Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia mencatat kontribusi remitansi (pengiriman uang dari Tenaga Kerja Indonesia/TKI ke negara asalnya) mencapai US$8,9 miliar atau setara Rp118 triliun pada 2016 lalu. Realisasi ini setara dengan satu persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Sayangnya, sambung Chaves, kebanyakan TKI
bekerja di sektor domestik, yaitu pada jenis-jenis pekerjaan yang minim
keterampilan, meski penghasilannya lebih baik dibandingkan yang diperoleh
tenaga kerja di dalam negeri.
"Sebagian besar menjadi pembantu rumah tangga dan di sektor pertanian yang
memiliki keterbatasan keterampilan," imbuh dia.
Berdasarkan data Bank Dunia, TKI bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT)
atau pengasuh anak sekitar 32 persen, pekerja pertanian 19 persen, pekerja
konstruksi 18 persen, dan pekerja pabrik 8 persen.
Kemudian, sekitar 6 persen menjadi perawat lansia, 4 persen menjadi pekerja
toko, restoran, dan hotel, 2 persen menjadi supir, dan hanya sekitar 0,5 persen
menjadi pekerja kapal pesiar.
Kendati begitu, Bank Dunia melihat bahwa pemerintah Indonesia punya banyak
pekerjaan rumah untuk membenahi sektor imigran ini. Sebab, masih banyak TKI
yang bermasalah dan belum memenuhi kebutuhan tenaga kerja di luar negeri.
Data mencatat, sekitar 55 persen dari 9 juta TKI, bekerja secara
non-prosedural. Artinya, sebagian besar menjadi pekerja dengan dokumen dan
jalur-jalur yang tidak legal.
Padahal, kalau TKI bekerja secara prosedural, mereka bisa mengurangi risiko
beban kerja yang tak sesuai sekitar 15 persen dan meminimalisir proses
penganiayaan dan pelecehan yang masih kerap terjadi sekitar 12 persen.
Oleh karena itu, pemerintah perlu membenahi pendataan TKI ini. Caranya,
meningkatkan profesionalitas dan modernisasi di sektor ini, sehingga pendataan
TKI bisa lebih transparan dan efisien.
Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan pemetaan pasar kerja, merampingkan
dokumentasi dan proses pra-keberangkatan, meningkatkan standar perlindungan
pekerja selama berada di luar negeri, mempertahankan manfat dari pengalaman
berimigrasi dan remitansi, hingga meninjau kembali pengaturan kelembagaan dan
menerapkan monitoring serta evaluasi yang lebih baik.
"Sehingga, imigran memperoleh penghasilan yang lebih tinggi
dan menerima perlindungan yang lebih baik," terang Chaves.
Selain itu, perlu juga meningkatkan keterampilan TKI melalui pendidikan dan
pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pasar ketenagakerjaan internasional.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, memang pendataan dan
perlindungan bagi TKI terus diupayakan pemerintah, meski hasilnya tak bisa
instan. Tidak hanya itu, pemerintah juga terus mengupayakan pengembangan
keterampilan TKI.
"Ke depan, kami tak mau membeda-bedakan di mana masyarakat bekerja, entah
di dalam maupun luar negeri. Makanya, sekolah untuk pendidikan vokasi tenaga
kerja kami samakan agar tidak ada pembeda kualitas pekerja di dalam dan
luar," pungkasnya. (bir)
Informasi ini di lansir dari sumber berita:
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20171128114247-78-258562/bank-dunia-remitansi-tki-tembus-rp118-triliun?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar